Oleh: A. Panca Esti W.Komisioner KPID Kalbar, Koordinator Bidang Pengembangan Sistem Penyiaran.
![]() |
Ilustrasi oleh Chat gpt |
Pada 17 Agustus 1945, Soekarno bersama Mohammad Hatta membacakan teks proklamasi di hadapan rakyat yang hadir di jalan Pegangsaan Timur nomor 56, Jakarta. Meski di bawah ancaman Jepang saat itu, teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang disusun oleh Soekarno, Ahmad Soebardjo, dan Mohammad Hatta dan diketik oleh Sayuti Melik lantang dibacakan sebagai tonggak revolusi kemerdekaan Indonesia. Naskah proklamasi kemerdekaan tersebut yang kemudian disiarkan oleh Radio Hoso Kyoku. Radio milik jepang yang saat proklamasi dikuasai oleh pemuda-pemuda Indonesia. Radio inilah yang pertama kali menyiarkan proklamasi kemerdekaan, meski akhirnya pada 19 Agustus 1945 Jepang menghentikan siaran Radio Hoso Kyoku. Selama pendudukan Jepang di Indonesia radio ini digunakan Jepang untuk propaganda Ideologi pendudukan “Asia Timur Raya”. Siaran radio ini tersebar di berbagai kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar. Sewaktu proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan, dr. Abdurahman Saleh, seorang tokoh dirgantara berbakat yang kemudian gugur sebagai pahlawan nasional, menyiapkan pemancar untuk menyiarkan berita kemerdekaan tersebut ke seluruh penjuru tanah air bahkan ke luar negeri. Pemancar itu dikenal dengan nama Siaran Radio Indonesia Merdeka.
Sebelum kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, sejumlah radio telah beroperasi di wilayah nusantara. Sebagian besar adalah stasiun radio milik Belanda dan Jepang. Sejumlah catatan menyebutkan beberapa radio juga pernah didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Yang cukup besar adalah stasiun radio milik Belanda, NIROM (Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatschappij) didirikan pada tahun 1934 berpusat di Batavia. Siarannya menggunakan bahasa belanda dan melayu. Radio ini digunakan Belanda untuk menyiarkan hiburan dan informasi pemerintah kolonial. Ada juga VORO (Vereeniging voor Oostersche Radio Omroep) yang didirikan di Surabaya yang bersiaran untuk wilayah pendudukan Belanda di Hindia Timur. Radio-radio Belanda yang kemudian ini diambil alih dan digunakan oleh Jepang. Tokoh-tokoh nasional dan kaum pribumi tercatat pernah juga mendirikan radio. Radio Solosche Radio Vereniging (SRV), didirikan pada tahun 1933 di Surakarta menjadi salah satu pelopor radio lokal milik bangsa. SRV didirikan oleh salah satu mantan pegawai teknisi radio amatir belanda di stasiun Malabar yang pernah tercatat sebagai stasiun amatir radio komunikasi jarak jauh terbesar di dunia. Para teknisi yang tergabung dalam perkumpulan NIVIRA, Netheland Indice Vereneging Radio Amateur, terinspirasi semangat kemerdekaan dan mendirikan sejumlah radio lokal di Indonesia. Konten siaran Radio SRV banyak berisi budaya lokal dan kesenian rakyat yang sangat digemari saat itu. Pada masanya pemerintah kolonial Belanda sering menyensor karena dianggap kerap membawa semangat kebangsaan dan anti kolonialisme dalam siarannya. Di Yogyakarta ada juga radio Vereniging Voor Oosterse Radio Omroep atau sering disebut Mataram radio. Radio ini juga sering memuat siaran-siaran kebudayaan jawa, serta konsisten memuat pesan nasionalisme kebangsaan meski secara diam-diam. Radio-radio tokoh nasionalis ini memiliki daya jangkau dan infrastruktur terbatas, mengingat pada era tersebut teknologi radio masih sangat sulit. Akan tetapi semangat kebangsaan yang tinggi melalui konten siaran budaya lokal telah muncul sebagai salah satu landasan menuju kemerdekaan Indonesia.
Tidak lama setelah proklamasi, Radio Republik Indonesia (RRI) didirikan pada 11 September 1945. Sebagai negara yang berdaulat, pemerintah Indonesia membutuhkan media propaganda nasional untuk menggelorakan semangat kemerdekaan rakyat, sekaligus mengaungkan informasi ke luar negeri. RRI secara resmi didirikan sebagai media pemerintah Indonesia pertama yang baru merdeka. Diprakarsai oleh perwakilan dari delapan pengelola Radio Hoso Kyoku mengadakan pertemuan bersama pemerintah di Jakarta, di bekas gedung Raad Van Indje di Pejambon. Salah satu tokoh yang ikut dalam pertemuan tersebut adalah dr. Abdulrahman Saleh. Sebagai ketua delegasi, beliau menguraikan pentingnya siaran radio pada awal kemerdekaan, menjadi alat perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan. Melalui siaran radio, rakyat dari berbagai pelosok negeri bisa mendengar informasi langsung dari pemerintah pusat, membantah propaganda penjajah Belanda dan sekutu, serta menjaga semangat persatuan. Hasil rapat akhirnya menyepakati didirikannya RRI dengan Abdulrachman Saleh sebagai pemimpinnya. Semboyan RRI, “Sekali di Udara Tetap di Udara”, berasal dari pidato dr. Abdulrahman Saleh yang merupakan Kepala RRI pertama sampai tahun 1947.
Radio memiliki peran strategis dalam mendukung kemerdekaan Indonesia. Radio menjadi sarana komunikasi penting antara rakyat dan pemimpin bangsa saat itu. Radio juga menjadi sarana menyebarkan semangat nasionalisme, pidato yang membakar semangat kerap kali disiarkan meskipun banyak mendapat ancaman dari penjajah Belanda maupun Jepang. Banyak konten lokal dan nasionalisme disiarkan radio secara diam-diam. Yang terkenal adalah pidato-pidato Bung Tomo yang disiarkan melalui radio untuk membakar semangat rakyat dalam perang perlawanan terhadap sekutu pada 10 november di Surabaya. Radio juga menjadi media perang melawan propaganda asing. Berita dari Indonesia rutin disiarkan secara gerilya dipancarkan sampai diterima di luar negeri. Dari siaran itulah menjadi sumber informasi yang memperkuat diplomasi Indomnesia di luar negeri. Tanpa radio, penyebaran informasi dan semangat perjuangan mungkin tidak akan seefektif itu. Maka tidak berlebihan bila dikatakan bahwa radio adalah salah satu senjata revolusi Indonesia.
Saat ini peran siaran radio banyak tergerus oleh teknologi informasi yang jauh lebih canggih. Namun perannya yang begitu besar menjadi catatan penting sejarah kemerdekaan bangsa ini. Bagi wilayah Indonesia, terutama daerah terpencil dan terluar, siaran radio masih menjadi sarana penyebarluasan informasi yang penting. Melalui penggunaan teknologi saat ini siaran radio dan perangkat penerimanya dapat diproduksi lebih mudah sehingga penggunaannya dapat lebih optimal bagi masyarakat yang tidak dapat mengakses internet. Siaran radio juga menjadi salah satu pilihan sumber informasi di tengah banjir informasi global. Dalam sejarahnya terbukti pula siaran radio merupakan salah satu teknologi yang mampu bertahan dalam situasi bencana, konflik dan perang. Kelebihan radio adalah jangkauan yang relatif luas dan cepat, mobile serta pembuatan infrastruktur yang lebih sederhana. Penggunaan teknologi frekuensi radio mampu diadaptasi oleh berbagai kalangan untuk membangun sarana komunikasi yang menjadi bagian penting dan strategis bagi pertahanan negara.
Sumber: Arsip Nasional Republik Indonesia. Dokumen Sejarah Pendirian RRI. https://anri.go.id | Radio Republik Indonesia. Sejarah RRI. https://rri.co.id Tim Penyusun RRI. (1995). 50 Tahun Radio Republik Indonesia. | Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. (1990). Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: Cipta Adi Pustaka. | Dr. dr. Muhammad Isman Jusuf, Sp.N, FISQua. Departemen Kajian Sejarah dan Kepahlawanan Dokter Bidang Organisasi PB IDI dan Berbagai sumber lainnya.
0 Comments:
Post a Comment